Malam hari biasanya waktunya memanen pilu.
Mengapa begitu?
Memang benar.
Ketika malam ini kubuka ponsel, dua pesan kembali membuatku terenyuh.
Bukan bersikap berlebihan.
Beneran deh!
Aku tak ada maksud bersikap berlebihan.
Kutegaskan, Aku justru sangat senang 😁
...
Hening
...
Nah mari kita mulai kembali.
...
Kubuka beberapa notifikasi yang masuk ke ponselku.
Memang ada beberapa pesan masuk.
Tidak hanya dua tentunya.
Aku mulai membuka satu pesan dengan nomor tak dikenal.
Tapi kupikir aku kenal dengan orang yang mengirim pesan ini!
Selepas kubaca beberapa kalimat awal, sepertinya orang ini memang kukenal.
Rupanya temanku ini ganti nomor tanpa memberitahuku.
Bukan, bukan!!
Bukan maksudku ingin diberitahu soal apapun tentangnya. Hanya saja Aku cukup mikir untuk beberapa saat...
Temanku menuliskan beberapa kalimat yang sifatnya "mengundang".
Ya, itu..
Pastinya itu adalah sebuah undangan istimewa ketika doi berusaha buat jadi orang yang lebih bertanggung jawab untuk masa depannya.
Sekali lagi, kubilang senang.
Lalu. Aku ucapkan beberapa patah kata yang tak biasa padanya.
Seperti selamat dan lainnya.
Kemudian, kubuka kembali pesan lainnya.
Undangan lagi.
Ya.... benar benar undangan.
.
.
.
Untuk beberapa detik, perasaan sedikit tak masuk akal kembali menyerangku.
Akhir-akhir ini ku akui hal hal seperti ini sangat mengganggu pikiranku.
Mutusin buat serius itu bukan bercanda.
Tidak semudah masak indomie di rumah juga tentunya.
Yaaa... bukan berarti ini sulit.
Tapi, mungkin pada masanya Aku bisa menemui orang yang tepat di hidup ini.
.
.
.
Aku jadi ingat sepuluh tahun kebelakang.
Saat itu aku menjadi salah satu murid SMA yang tergolong biasa-biasa saja.
Namun, pada saat itu Aku putuskan untuk mengenal Arman.
Beberapa orang bilang, sepertinya Aku tak mungkin dekat dengannya.
Hingga suatu hari Arman bilang padaku
"Utari, mari kita menjadi teman saja"
Kala itu, Aku sadar... beberapa hal akan mulai terasa sulit.
.
.
.
Tiga tahun kemudian, Arman mengirim pesan singkat padaku.
Ini hal yang tak ku sangka-sangka.
Tiga tahun berlalu, namun Arman tiba-tiba mengirim pesan padaku.
Sebenarnya Aku tak punya rasa istimewa lagi padanya.
Meskipun begitu, kupikir akan lebih seru jika Aku kembali bertemu dengannya.
Tanpa lama-lama Arman bilang padaku bahwa Ia ingin membeli sesuatu.
Namun, ia bingung dan meminta tolong padaku untuk mengantarnya.
Sebagai orang yang baik. Maksudku, karena ingin menjadi orang baik, kuterima tawaran itu dengan maksud menolongnya.
Aku bilang padanya kalau hari itu Aku gak ada kuliah. Jadi free.
Lalu, Ia datang menjemputku.
Sebelumnya, Ia minta ditemani ke suatu tempat maka kuantarkan dia ke sana terlebih dahulu.
Tapi Arman bilang.
"kita nonton dulu saja, ke sananya bisa sekalian pulang"
Oke, Aku tahu maksudnya.
Intinya Aku dan Arman pergi menonton.
Selepas itu, Aku mengantarnya ke sana.
Aku dan Arman memang pernah dekat.
Tapi, kupikir kenangan masa lalu hanya bisa dikenang jika masih menjadi kenangan.
Jika ku ingat masa itu.. bukan!!! mungkin jika itu menjadi hari ini kupikir Aku bisa saja menangis.
Tapi tidak dengan hari itu.
Ketika salah satu teman dari kelas lain bilang padaku.
"Kudengar Arman lagi dekat sama Maya, Hubunganmu sama Arman sudah berakhir, Utari?"
Mengingat kejadian itu, justru membuatku sedikit meradang.
Tidak dengan emosi, hanya Aku tak siap jika ada di posisi itu kembali.
Malamnya ketika Arman sudah kembali pulang ke rumahnya.
Ia kirim pesan padaku.
Intinya, Arman ternyata punya harapan lain saat ini.
Dekat denganku dan mungkin mengulang yang lampau.
Intinya kutolak!
Bukannya aku tak berani, hanya saja kupikir semua telah berubah.
Arman hanya akan menjadi salah satu kenangan yang ku punya.
Arman ya Arman.
Dan, Utari ya Utari.
Kami tak akan bisa bersama.
.
.
.
Tiga tahun kemudian, Arman mengirimkan sebuah undangan ke rumahku.
Ya... lagi lagi undangan.
Kali ini Arman benar-benar membuktikan omongannya.
Kurasa kali ini Arman bisa menjadi orang yang berbeda dan bisa bertanggung jawab untuk hidup barunya bersama wanita yang Ia cintai.
Dan dengan senang hati, Aku hadir di acara istimewanya itu.
.
.
.
Kembali ke malam ini, ingatan soal Arman memang membuatku tak bisa berkata apapun selain mengingat kenangan lama.
Aku juga ingat, beberapa waktu lalu WA grup alumni SMA tengah ramai.
Aku sih hanya jadi salah satu silent reader di grup itu.
Tapi, sesekali Aku juga ikut komen kok meskipun selebihnya hanya jadi pembaca setia.
Melihat Arman tengah bercanda dengan temanku yang lain, seketika tanganku berujung pada foto profil yang Arman gunakan.
Kulihat dengan seksama.
"Mereka terlihat bahagia" ucapku.
Sejujurnya, Aku merasa bahagia karena orang orang terdekatku menikmati kehidupannya.
Salah satunya Arman.
Kini Arman mempunyai dua orang anak.
Haha, apa jadinya jika dulu, Aku dan Arman mutusin buat bersama kembali?
***