Alunan lagu Juicy Luicy mengalun sedu. Uan sang penyanyi melantunkan kalimat “bisa tak bisa ujungnya ku harus rela biar pun aku kecewa”
Kamu pernah bukan mengalami kecewa?
Selalu ada di tahapan yang tak sama dengan orang lain, selalu diam tanpa kata, berusaha tapi tak berasa, hingga terus kecewa dan kecewa.
Berada di level yang tak sama dengan teman seperjuangan. Ketika mereka sudah di fase yang mungkin saja tak akan kita rasakan.
“Bolehkan aku kecewa?” Pertanyaan yang selalu memuncak memblokade lobus frontal lalu berimajinasi, mungkinkah darah seketika berubah menemani malam yang sunyi yang tetiba keluar begitu saja di celah celah mata?
Jelas saja itu hanya ilusi, kamu hanya bisa tertawa depan temanmu, tersenyum lebar depan orang tuamu, dan berkelakar dengan tetanggamu.
bolehkah kecewa?
Tentu boleh, hanya setitik! dan lekas memutih.
Aku pernah diberitahu seseorang, “kamu tidak lihat orang sekelilingmu itu iri padamu!”
Aku jelas tak terima, merasa iri?? Sebaiknya kamu berwudhu dan kembali menelaah. Tak mungkin ada yang begitu. Jelasku.
“Nyatanya memang bgt, ada orang yang sekarang melihatmu dari bawah. Mereka melihatmu dengan sangat kagum dan mengukir mimpi”
“Kecewa? Bukankah itu yang sedang mereka rasakan? Ingin sepertimu!”
Lalu, aku tiba tiba menghentikan waktu dan menyelami ingatan.
Ada juga orang yang tetiba pergi begitu saja setelah mereka selesai dengan tujuannya.
Ingat 10 hari lalu, ibu pernah bercerita. Bahwa dia sudah lama tak ada kontak dengan sahabatnya. Sahabat yang menemaninya hanya untuk bercanda tawa dan bahkan hanya untuk sekedar membahas band idola saat itu.
Setelah mendapat dunia baru, mereka pergi begitu saja meninggalkan ibu yang masih sama. Tanpa ada kabar, tanpa ada sua, hanya fokus dengan dunianya.
Butuh waktu mencerna apa itu kecewa. Tapi yang pasti hidup itu memang sendiri. Manusia bertemu hanya untuk berpisah. Manusia berbincang hanya untuk menjadi asing setelahnya.
Lalu apakah kecewa itu biasa?