ELUSIF - WAJAH HUJAN (CERITA BERSAMBUNG)

 Chapter 1 : Wajah Hujan

   Gratis Tiang Lampu Listrik Hitam Dengan Lampu Menyala Pada Malam Hari Foto Stok         

A

ku benci hujan Sejak tiga tahun yang lalu. Mungkin ini aneh, namun ketika ku dengar suaranya, hatiku tiba tiba terasa sakit lalu menggila dan kemudian menjerit. Ketika saat itu tiba, yang terlintas di benak ku adalah satu nama, NAYA. Ku akui, Aku tidak membencinya. Sungguh!!! Namun jika boleh Aku ceritakan, sejujurnya dengan mendengar namanya saja sungguh membuatku sakit apalagi jika harus melihat wajahnya. Untuk itu aku tak pernah ingin sedikitpun membayangkan untuk bisa melihatnya kembali. 

 

Jika Aku ditakdirkan untuk lahir kembali, bisakah Aku menolak untuk tidak bertemu dengannya?

 

                                                                        ****

 

Jakarta, 2014

 

Bruuugggg…. Tiba-tiba sebuah buku jatuh tak sengaja di dekatku. Aku kaget, Bagaimana bisa buku itu terjatuh. Maklum saja, saat itu Aku sedang fokus dengan seabreg buku yang ada di satu sekat lemari. Ku ambil buku tersebut dan suasana pun kembali hening setelah buku yang tadi terjatuh membuat semua orang terganggu. Saat ini, Aku memang sedang berada di sebuah gedung berisi buku-buku fiksi dan nonfiksi, sebuah toko buku yang sering ku datangi belakangan ini. Letak gedungnya dekat dengan toko kue milik Mamaku. Ya, hanya sekedar untuk baca buku dan nongkrong semata. ini bisa menjadi hiburan untukku! Dekorasi dan penataan ruangan yang enak dan minimalis memang cukup membuat orang-orang yang datang ke sini merasa nyaman, begitupun yang Aku rasakan beberapa hari terakhir ini.

 

Suara melow dan mengalun merdu dari handphone tiba-tiba terdengarSesegera mungkin Aku merogoh saku ku dan mengangkat telepon. 

Kamu di mana Ka? Cepat jemput Mama, toko udah Mama tutup” Suara nan lembut terdengar dari ujung telepon.

Iya mam, Raka juga sudah selesai kok. Tunggu sebentar ya, Raka jemput Mama sekarang.” 

Telepon pun ditutup dan ku masukkan kembali handphone tadi ke dalam saku ku. Dengan bergegas, Ku simpan buku yang baru sedikit ku baca tadi dan menaruhnya kembali di sekat lemari terdekat. 

 

***

 

Gue pasti datang kok, lu tenang aja!!!!”

Plip, handphone pun ditutup. Nada suara yang terkesan marah di seberang sana pun membuatku sedikit kesal.

Wisnu memang terdengar sedikit marah saat menelponku. Ia memaksaku untuk datang ke seminar sastra kali ini. Meskipun sebenarnya Aku enggan untuk datang, namun Aku tidak dapat menolak ajakan sahabat yang sudah hampir menjadi seorang istri bagiku. Bagaimana tidak, dari SD sampai perguruan tinggi selalu bersamanya. Untunglah Aku masih normal jadi tidak ada niat sedikit pun untuk meminangnya menjadi istriku. 

***

 

Semua mahasiswa jurusan sastra yang mengikuti seminar telah menduduki kursinya masing-masing dan bersiap untuk mengikuti diskusi mengenai berbagai karya sastra terkenal di Indonesia. Dengan pakaian sederhana, Ku masuki ruang seminar, tak kulihat Wisnu di sudut manapun, yang ada hanya puluhan mahasiswa duduk dengan asyik di ruangan, entah mereka asyik mendengarkan narasumber atau memang asik dengan dunianya masing-masing. Ku awasi mereka dengan hati-hati untuk menemukan Wisnu dari keramaian yang tak berujung ini, tiba-tiba pundak ku terasa seperti disambar petir. Ku rasa seseorang menepak pundaku dengan sangat keras.

Wow, akhirnya raja kita datang juga ya..” sahut Wisnu dengan nada meledek.

Apa si lu? Gue bela-belain ya datang ke sini, awas aja kalau acaranya membosankan” kataku.

 

Seminar kali ini memang atas prakarsa Wisnu, cowok berbadan tegap dengan tampang lumayan cakep dan berkaca mata ini memang selalu ingin mengajakku untuk menghadiri seminar-seminar yang ia pelopori. Aku memang tidak pernah tertarik sedikit pun dengan dunianya. Pernah beberapa kali ia memintaku untuk datang namun Aku sendiri acuh tak acuh pada permintaannya itu. Kali ini Wisnu kembali memaksaku untuk datang ke acaranya, Aku pun jadi kasihan pada sahabatku ini. Ya, mudah-mudahan Ia senang dengan kedatangannku kali ini. Meskipun, Aku tidak dapat membohongi diriku sendiri kalau seminar ini sungguh sangat membosankan.

 

Suara tepuk tangan akhirnya mengakhiri seminar kali inisemua mahasiswa beserta dosen dan narasumber yang menghadiri seminar bergegas ke luar ruangan. Aku dan Wisnu pun keluar setelah ruang seminar itu benar-benar sepi. 

 

Gue seneng banget hari ini Ka dan sebagai tebusan atas kehadiran lu kali ini gue bakalan traktir lu.” Sahut Wisnu senang.

 

Hahaha, Dengan kedatanganku saja dia begitu senang? Sebenarnya Aku tahu kenapa dia sesenang ini, Ya alasannya karena berhasil membawaku ke seminar hari ini. Tentu saja. Sebenarnya bukan karena semata-mata kedatanganku saja, tapi karena dibalik ini ada hal yang ia inginkan dariku. Tahun ini Wisnu sedang mencari dukungan terkait pencalonannya sebagai ketua angkatan. Aku sih dukung-dukung saja, Hemmm tapi kenapa dia harus membuatku sebagai alat mencari dukungan? 

 

Lebih tepatnya, ada kabar berhembus kalau ada seorang cewek tengah mendekatiku. Aku tidak peduli, karena Aku tidak suka dengannya. Cewek yang ke mana-mana selalu membawa bedak, lipstick, dan peralatan make up lainnya. Seorang cewek yang di dalam tasnya hanya ada itu dan bukan yang lain. Namanya Cindy, ia memang cewek tercantik di angkatanku, Katanya sih. Sikapnya sedikit baik. Gosip mengenai dia yang menyukaiku membuat Wisnu memanfaatkannya untuk menjadi tim pendukung dalam pencalonannya nanti. Maklum saja, cewek cantik memang selalu bisa memengaruhi banyak orang. Wisnu memang pernah menceritakan niatnya itu padaku, dan Aku hanya tertawa sinis mendengar hal itu. Terserah lah, hanya itu yang ada di pikiranku. Akhirnya kita bergegas meninggalkan embel-embel seminar dan menuju kafe, tempat kami biasa nongkrong.

***

 

 

Awan menggumpal hitam. Sore yang tidak pernah Ku sukai itu pun terjadi. Tepat di kafe itu, langit di luar mulai menghitam dan hujan pun mulai turun tetes demi tetes, Aku tak kuasa menahan gejolak hati yang tak bisa ku tahan ini. Perlahan Suara itu benar-benar membuatku seperti dekat dengan kematian. Wisnu mulai kebingungan dengan keadaanku saat itu. Mungkin di pikirannya hanyalah rasa penyesalan telah mengajakku ke tempat ini. Tiba-tiba Aku merasa kedinginan, menggigil, dan berusaha menutup telinga agar tak mendengar suara apapun. Ketika saat-saat seperti ini tiba, Aku memang terlihat sekarat layaknya seseorang yang sedang menunggu ajal, Kuharap, apa yang Aku rasakan ini tidak akan pernah terjadi pada orang-orang terdekatku. 

“Ka, lu gak apa-apa kan?  Raka, Raka, lu bisa dengerin gue kan?” Tanya Wisnu yang suaranya sedikit demi sedikit mulai ku dengar kembali.

 

Aku mendengar suara Wisnu kembali, namun suara hujan yang terlalu keras mulai menenggelamkan suaranya kembaliKu jatuhkan tubuhku dari kursi, dan Ku masuki kolong meja dengan sedikit merangkak, Aku benar-benar tidak kuat, TUHAN. Sungguh tidak kuat. Suara ini benar-benar membuatku kehabisan nafas. Tiba-tiba Kurasakan seseorang datang menghampiriku dan menarikku keluar dari kolong meja iniAku tidak mau melihat wajahnya. Terlalu sulit juga untuk melihatnya dengan jelas, kemudian Ku rasakan air membasahi rambutku, wajahku, dan sebagian badanku. Perlahanku lihat orang itudia adalah Wisnu. Ia berhasil membuatku sadar setelah menuangkan segelas minuman di kepalaku.

Sadar Ka, sadar!” kata Wisnu sambil menggoyang-goyangkan pundak ku.

 

Aku sendiri masih butuh waktu untuk membujuk roh ku agar tetap bersama tubuh yang lemah ini. Untuk beberapa menit lamanya, Aku membuat orang-orang ketakutan dengan segala tingkahku ini, tapi Aku rasa hari ini lebih beruntung karena akhirnya hujan menghentikan serangannya terhadapku. Aku lemas, tak tahu harus bagaimana tapi yang pasti Aku telah berhasil membuat semua orang menonton segala keanehan yang ku alami selama 3 tahun belakangan ini. 

***

 

 

Kini, Aku berada di ruangan bercat putih dan terbaring di atas kasur yang begitu empuk. Kukira ini adalah kamar tidurku. Seketika Aku sadar bahwa Wisnu telah berhasil membawaku ke rumah. Terdengar suara dua orang terkesan berbisik-bisik dari kejauhan, yang satu bernada khawatir dan yang lainnya berusaha menenangkan. 

Tante sudah gak tahu harus bagaimana lagi Nu, tante bingung dengan apa yang tiga tahun terakhir ini menimpa Raka” Desah Rani, wanita setengah baya, yang usianya hampir menginjak 60 Tahun.

Iya tan, Wisnu juga gak tahu harus bagaimana, Wisnu juga sedih kalau harus melihat Raka terus-terusan merasa kesakitan seperti itu setiap hujan.”

Sekarang kamu harus cerita tentang semua ini Wisnu, tante yakin kamu tahu apa penyebab Raka sampai seperti ini. Ayolah Wisnu, kamu harus cerita sama tente, siapa tahu dengan kamu cerita sama tante, kita bisa mengobati Raka.” Kata Rani 

Mmmmmm, Wisnu juga gak tahu tan. Wisnu gak tahu” jawab Wisnu gemetar. 

Serasa picik kalau gue ngomong sama tante penyebab Raka kayak gini tuh gara-gara Naya, cewek yang pernah Raka suka waktu SMA dulu. Lagian itu gak mungkin gara-gara Nayapikir Wisnu dalam hati.

Tante tahu, perhatian tante untuk Raka sedikit sekali. Tante gak tahu apa yang sebenarnya terjadi sama anak tante sendiri. Tante sedih dan merasa bersalah kalau Raka terusan-terusan seperti ini Wisnu, kamu mengerti apa maksud tante kan?”

 

Creeeeengggg, suara gelas pecah pun terdengar dan sontak membuat pembicaraan Rani dan Wisnu terhenti. Mereka bergegas ke arah sumber suara dan melihatku sedang berusaha untuk berdiri. Aku memang tak sengaja menyenggol gelas yang ada di atas laci itu.

He.. maaf mam, Raka gak sengaja mecahin gelasnya” Maksudku menjelaskan.

Suara melow ini akhirnya keluar dari mulutku dan Aku yakin wajahku pun saat ini pucat sekali, sama seperti sebelumnya setiap kali Aku mengalami hal yang sama. Aku harus tetap senyum, Aku ingin menunjukkan kepada Mama kalau Aku baik-baik saja. Aku harap Mama mengerti maksudku.

                                                                           ***          

 

Setiap hujan datang, kejadian itu selalu berulang. Pernah suatu ketika Aku membuat geger warga kampus. Walaupun banyak orang menyukaiku khususnya para cewek, Aku tetap tak peduli terhadap mereka. Lagian bisa jadi mereka menganggap Aku ini gila karena kebiasaanku yang aneh saat turun hujan.

 

Satu hal yang masih ku ingat, cewek yang bernama Cindy itu mendekatiku. Mungkin dia penasaran dengan keanehanku ini. Aku juga tahu itu hanya modus, jadi yang bisa ku lakukan adalah tidak mempedulikannya. Saat itu Aku menemui Wisnu di kelasnya. Cindy dan Wisnu memang sekelas, mereka juga mulai akrab sejak Cindy tahu kalau Aku adalah sahabat Wisnu.

 

Beberapa minggu sejak seminar itu, pemilihan ketua angkatan dilaksanakan dengan cara demokrasi. Hasilnya Wisnu kalah. Sebenarnya hal itu terjadi karena ada sangkut pautnya denganku. Beberapa hari sebelum pemilihan, Cindy mengajakku bertemu di suatu tempat, Wisnu membujukku untuk mendatanginya. Tapi Aku bersikeras untuk tidak datang. Tidak ada feel, kata ku. Semenjak itu, sepertinya Cindy berubah pikiran untuk mendukung Wisnu dalam pemilihan. Jelas saja Aku juga tahu itu hanya modus saja demi mendekatiku.

 

Jujur saja, semenjak tiga tahun lalu Aku merasa tidak memiliki mood dan feel yang baik terhadap cewek. Bukan karena Aku sudah tidak menyukai cewek, Aku hanya merasa belum menemukan yang pas saja.

***

 

Ka, tadi gue lihat Cindy dengan teman-temannya. Sial, tuh cewek peres banget!” Kata Wisnu.

Menurutku, hanya Aku lah sahabat setia yang mau mendengarkan segala ocehan Wisnu setiap hari, setiap jam bahkan setiap detik.

Oh iya, lu tahu gak? Si Tino? Kemarin gue ketemu sama dia.. gila dia sekarang tajir banget….bla… blaaa…..blaa….” Katanya.

Wisnu memang cerewet, bisa ku bilang dia seperti cewek. Tapi terkadang dia bisa menjadi bijaksana, meskipun hanya sesekali.

Sejak kegagalannya di pemilihan ketua angkatan kemarin, Wisnu memang sedikit menjauhi anak-anak cewek di kelasnya, termasuk Cindy. Menurutnya, itu sudah tidak penting lagi, lagi pula Cindy itu cewek yang tidak baik. Tambahnya.

Semakin lama, Aku semakin sadar kalau Aku dan Wisnu beberapa tahun ini memang sedang tidak memiliki hubungan apa pun dengan kebanyakan cewek. Bukan karena kami tidak normal tapi Aku sendiri memang tidak berniat untuk menjalin hubungan dengan cewek manapun. Wisnu malah menganggap keputusanku ini benar, karena sekarang kita harus fokus dengan kuliah, katanya. Ya, memang benar tapi bagiku bukan itu yang menjadi alasannya. Aku pikir Aku tidak bisa memberitahu masalahku ini tapi setelah kupikir-pikir Aku harus menceritakannya. HARUS!!! Dan Inilah ceritaku.

Namaku adalah Raka Putra. Sekarang Aku sedang melanjutkan kuliahku di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Secara tidak langsung, dari tadi Aku telah mengenalkan satu-satunya sahabat yang Ku punya. Iya, namanya Wisnu Wijaya Kusuma. Tapi panggil saja dia Wisnu. Kami sudah berteman sejak kami masih TK. Bahkan mungkin sejak kami dalam masa kandungan.

Aku tinggal bersama seorang wanita cantik bernama Rani, dia adalah Mamaku!! Sedangkan Wisnu tinggal bersama orang tuanya. Dulu kami adalah tetangga, tapi sekarang tidak. Kenapa??? Karena Aku bosan melihatnya haha… tidak, sepertinya bukan karena itu. 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post