Nama : fitri andiani (1103632)
Kelas : Dik B 2011
Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling
KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
A.
Sejarah
Bimbingan dan Konseling
Gerakan
bimbingan lahir pada tanggal 13 Januari 1908 di Amerika, dengan didirikannya
suatu vocational bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya
dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American Education”. yang
menekankan pentingnya setiap individu diberikan pertolongan agar mereka dapat
mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan kelemahan yang ada pada
dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelijensi dengan memilih
pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya.
Sampai awal
abad ke-20 belum ada konselor di sekolah.
Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.
Gerakan bimbingan disekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi
industri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Perkembangan tanggal 20 Mei 1908 lahirlah gerakan
Budi Utomo yang berusaha memperjuangkan kemajuan bangsa dalam segala lapangan
kebudayaan. Sejak saat itu muncul berbagai gerakan yang mulai terorganisir
dengan baik. Tahun 1922 lahir Perguruan Nasional Taman Siswa.
Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan
secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No
026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan
secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal
untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan mereka. Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah
tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan
kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik
dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh
guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah
atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang
Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan
pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No
025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti
menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru
Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah
mulai jelas.
B.
Landasan
Filosofis Bimbingan dan Konseling
Kata filosofis atau filsafat berasal dari
bahasa Yunani: Philos berarti cinta dan sophos berarti bijaksana, jadi
filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Sikun pribadi mengartikan
filsafat sebagai suatu “usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi
tentang segala yang ada, dan apa makna hidup manusia dialam semesta ini.
Dengan berfilsafat seseorang akan
memperoleh wawasan atau cakrawala pemikiran yang luas sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan sebagai
berikut:
1. Bimbingan hendaknya didasarkan kepada
pengakuan akan kemuliaan dan harga diri individu dan hak-haknya untuk mendapat
bantuannya.
2. Bimbingan merupakan proses yang
berkeseimbangan
3. Bimbingan harus Respek terhadap hak-hak
klien
4. Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus
profesi kesehatan mental
5. Fokus bimbingan adalah membantu individu
dalam merealisasikan potensi dirinya
6. Bimbingan merupakan bagian dari pendidikan
yang bersifat individualisasi dan sosialisasi
Landasan
filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman
khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan
konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun
estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan
dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang :
apakah manusia itu ?
Makna dan
fungsi filsafat dalam kaitanya dengan layanan bimbingan dan konseling, Prayitno
dan Erman Amti (dalam Yusuf, 2010) mengemukakan pendapat Belkin (1975) yaitu
bahwa, “Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan atau tindakan yang
semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan
pemikiran filsafat tentang berbagai hal yang tersangkut-paut dalam pelayanan
bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang
bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi
konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi
konseling dalam mengambil keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan
pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri
lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya
pemberian bantuannya.
- Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling
Landasan
psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor
tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk
kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu
dikuasai oleh konselor yaitu :
a. Motif
dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan
seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh
kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa
lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil
belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu
dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan
digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau
aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor
yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.
c.
Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga
akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan
kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
d.
Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari
psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan
dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia
mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar
adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah
ada pada diri individu.
e.
Kepribadian
Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian
diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai
“suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental
dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan
emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
D.
Landasan Pendidikan Bimbingan dan Konseling
Pendidikan di sekolah tidak hanya dilakukan melalui proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran, pelatihan yang dilakukan
oleh guru praktik, tetapi juga kegiatan konseling yang dilakukan oleh konselor
untuk membantu individu dalam mencari dan menetapkan pilihan serta mengambil
keputusan yang menyangkut kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan
belajar, perencanaan dan pengembangan karir, serta kehidupan keberagamaan. Mutu
pendidikan di sekolah akan dapat diwujudkan bilamana dilaksanakan oleh guru
mata pelajaran, guru praktik, dan konselor yang kompeten dan profesional yang
mampu mengelola proses pendidikan secara profesional. Artinya, mampu
mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan
yang nyata didasarkan kepada pelayanan keahlian dalam mengelola pendidikan,
baik pelayanan dalam pembelajaran, pelatihan, maupun konseling terhadap peserta
didik yang menjadi tanggungjawabnya di sekolah. Dalam pelaksanaan pendidikan
tidak hanya didasarkan pada pelayanan pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru mata pelajaran dan layanan pelatihan yang dilakukan oleh guru praktik,
tapi juga pada pelayanan konseling yang dilakukan oleh konselor
sekolah. Melalui layanan konseling, konselor akan membantu terwujudnya
kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan
dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengatasan masalah agar peserta
didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Konseling tidak hanya dipelajari sebagai seperangkat
teknik, melainkan sebagai kerangka berpikir dan bertindak yang bernuansa
kemanusiaan dan keindividuan. Nuansa dimaksud akan lebih tampak pada masyarakat
berbasis pengetahuan (knowledge based society) yang menempatkan
orientasi kemanusiaan dan belajar sepanjang hayat sebagai central feature
kehidupan masyarakat masa kini dan yang akan datang. Proses pendidikan tidak
lagi sebagai proses parsial, melainkan sebagai proses holistik yang memadukan
persiapan hidup dan dunia kerja yang mencakupi seluruh domain belajar, yang
memadukan pendidikan umum dan kejuruan sebagai suatu kontinum pengetahuan,
nilai,kompetensi,dan keterampilan. Dalam perspektif ini,konseling memiliki
peran membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan belajar baru dan
memberdayakan mereka dalam memperoleh keseimbangan hidup, belajar,dan bekerja.
Konseling menjadi proses sepanjang hayat (lifelong counseling) yang dapat
diakses secara berkelanjutan oleh seluruh lapisan masyarakat, berorientasi
holistic, mampu menyediakan layanan dalam rentang yang lebar dan bervariasi,
termasuk kelompok masyarakat yang beruntung.
E.
Landasan Sosial-Budaya Bimbingan dan Konseling
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang
individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia
hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan
pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan
tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi
dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi
interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan
klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno
(2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan
bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai;
dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak
yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalah pahaman. Bahasa non-verbal pun
sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak
belakang.
Daftar Pustaka
Yusuf, Syamsu dan A.
Juntika Nurihsan. 2012. Landasan
Bimbingan Dan Konseling. Bandung: Program PascaSarjana UPI dan PT Remaja
Rosdakarya.
Olivia, Wieke Octora. 2012. Sejarah Bimbingan dan Konseling. [Online].
Tersedia: http://butterfly31girl.blogspot.com/2012/05/sejarah-perkembangan-bimbingan-dan.html.
[ 21 Februari 2013].
Sudrajat, Akhmad. 2008. Landasan Bimbingan Dan Konseling. [Online].
Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dan-konseling/.
[ 21 Februari 2013].